Nama : Annida Putriga
NPM : 10511945
Kelas : 3PA11
I. Terapi
Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic
Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli
psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan
Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh
atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah
psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut
psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
A.
Konsep Dasar
Pandangan Humanistik Eksistensial tentang Kepribadian
1.
Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan
nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri
membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi
kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran
berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh
sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas
alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi,
dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap terapi. Kesadaran diri
banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan
kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2.
Kebebasan tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran atas
kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut
dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang
mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga
motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3.
Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam
arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya
selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab
manusia adalah mahluk yang rasional.
B.
Unsur-unsur
Terapi
1.
Munculnya
Gangguan
a.
Kesadaran diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui
situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan
memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari
makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas
keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka
ia semakin hidup sebagai pribadi yang utuh. Tanggung jawab berlandaskan
kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas
tanggung jawabnya untuk memilih.
Peningkatan kesadaran
diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi,
faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah
tujuan terapi.
b. Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki
kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada
dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan
penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan,
determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia.
Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya,
membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang
diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang
ditempuhnya.
Tugas terapis adalah
mendorong klien untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan
kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya
bergantung secara neurotik pada terapis. Terapis perlu mengajari klien bahwa
dia bisa mulai membuat pilihan meskipun terapis boleh jadi telah menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
c. Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada
saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan
untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam
berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan
mengalami keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk
menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi,
penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis, ia
membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang
kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan
keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang
lain dan terlibat dengan mereka. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana
hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk
menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Salah satu ketakutan
terbesar dari para terapis adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri
mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa. Para terapis
eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para kliennya untuk mengakui
perasaannya sendiri. Sekali terapis menunjukan keberanian untuk mengakui
ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka
ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi
terapis adalah mengajak klien untuk menerima cara-cara dia hidup di luar
dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya
sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang
bermakna dengan orang lain. Jika kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki
hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan,
terasingkan, dan terkucilkan.
d. Pencarian makna
Salah satu
karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti
dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan
identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa
orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada
pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan
dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Terapi eksistensial bisa
menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari
makna hidup. Tugas terapis dalam proses terapi adalah membantu klien dalam
menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan cara
ada-nya klien. Terapis harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan
klien dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang
memungkinkan hidupnya bermakna. Klien tidak diragukan lagi akan bingung dan
mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya nilai-nilai yang jelas.
Kepercayaan terapis terhadap klien adalah variabel yang penting dalam mengajari
klien agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber
nilai-nilai baru dari dalam dirinya.
e. Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu
merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi
yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas
tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional
karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak klien yang memasuki
kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan
mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi
kecemasan mereka. Terapis yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja
tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan.
Sebenarnya, terapis eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak
diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara klien
bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
f. Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang
memberikan makna kepada hidup. Kematian memberikan makna kepada keberadaan
manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan
untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan
sekarang memiliki arti khusus. Yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang
bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.
g. Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi
apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi
seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan
keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi
aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan
potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang
paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia. Beberapa ciri pada orang-orang
yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan
menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri
dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan
kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam
dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan
kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan
pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial
(seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-kuat).
2.
Tujuan Terapis
a. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan
pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih
diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
3. Peran Terapis
a. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
b. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
c. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
d. Berorientasi pada pertumbuhan.
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
f. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
g. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup
dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada
klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
i.
Bekerja ke arah
mengurangi ketergantungan serta meningkatkan kebebasan klien.
C. Teknik-teknik Terapi Humanistik
Tidak
seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak
memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Proedur-prosedur
terapeutik bisa dipungut dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode
yang berasal dari terapi Gestalt dan analisis transaksional sering digunakan,
dan sejumlah prinsip dan prosedurpsikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam
pendekatan eksistensial-humanistik.
Rollo
May (1953, 1958, 1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas
pengembangan psikoterapi eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan
metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikoterapi eksestensial.
Pengalaman Klien Dalam Terapi eksistensial, klien mampu mengalami
secara subjektif persepsi – persepsi tentang dunianya. Dia
harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan – kecemasan apa
yang akan dieksplorasikan. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi
alternatif-alternatif guna membuat pandangan -pandangannya menjadi riel.
Penerapan
: Eksistensial Humanistik tepat sekali diterapkan pada anak remaja yang
dikembangkan dalam lembaga pendidikan dan diperlukan untuk membentuk manusia
yang mampu bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.
II. II.
Person Centered
Therapy (Rogers)
Carl Rogers adalah psikolog humanistik
kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan
metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang
pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien
berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan.
Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan
mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya
untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling
menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi
terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut.
Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.
A. Konsep Dasar Pandangan Rogers Tentang Kepribadian
Berbagai
istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers
mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas
dalam orientasi sebagai berikut :
1.
Pengalaman
Pengalaman mengacu pada
dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan
kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari-jari kita
seperti yang kita tulis.
2.
Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari
persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang-orang
yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu.
3. Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir
yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka,
orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering
menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga
perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan.
4. Organisme mengaktualisasi kecenderungan
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan-tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart
Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya
beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah
contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori
kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan
eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk
menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong
pengembangan optimal dari organisme total.
5. Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan
sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik
orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana
sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal
ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6. Konsep Diri
Istilah-istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual
terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang
hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan,
bersama dengan nilai-nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt
kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7. Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk
menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya,
orang-orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi
tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang
konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di
lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat
melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8. Penyesuaian Psikologis &
Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara
pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup
unsur-unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari
pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman
seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
B. Unsur-unsur Terapi
1. Munculnya Gejala
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada
bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan
sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan”
dan juga dengan apa yang seharusnya benar/salah. Proses menilai organismic
konsisten dengan hipotesis. Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada
Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami
semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di
dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
2. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan
tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi
adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis
memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan
perasaan-perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan
dengan perasaan-perasaanya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang
tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan
kembali atau menguraikan dengan kata-kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa
memberi penilaian.
3. Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara
mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang di rancang
agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap-sikap
terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan,
teori, atau teknik-teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya
sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim
terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou.
Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya
kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa
yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda
mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran
adalah esensial.
C. Teknik-teknik Terapi
Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh
lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang
perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1. Empathy
Empati adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan
menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk
berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan
bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan
mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah
satu faktor yang membawa perubahan dan pembelajaran.
2. Positive Regard (acceptance)
Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine
caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien
karena keberadaannya.
3. Congruence
Congruence / Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan
tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan. Menurut Rogers
perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam
suatu hubungan.
III. III.
Logoterapi (Victor
Frankl)
Frankl belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang
dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamental
yaitu kebebasan untuk memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib
kita, kebebasan untuk memlilih cara kita sendiri. Frankl percaya bahwa arti
dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk penderitaan dan kematian. Frankl
berasumsi bahwa hidup ini adalah penderitaan, tetapi untuk menemukan sebuah
arti dalam penderitaan maka kita harus terus menjalani dan bertahan untuk tetap
hidup. Frankl menyatakan pentingnya dorongan dalam mencari sebuah arti untuk
eksistensi manusia sebagai suatu sistem, yang kemudian disebut logoterapy.
Logoterapy kemudian menjadi model psikoterapinya. Menurut Frankl, keadaan dimana seorang individu kekurangan arti dalam kehidupan disebut sebagai kondisi neurosis. Inilah keadaan yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan dan hampa. Menurut Frankl, individu semacam ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum), suatu kondisi yang menurut keyakinan Frankl adalah lumrah dalam zaman modern.
A. Konsep Dasar Pandangan Frankl Tentang Kepribadian
1. Penghayatan
hidup tanpa makna (Meaningless)
Di dalam
ketidakberhasilan seseorang menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan
penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa
tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Penghayatan-penghayatan
seperti digambarkan di atas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi
menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk:
berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari
kenikmatan (the will to pleasure), termasuk kenikmatan
seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), dan
mengumpulkan uang(the will to money).
2. Penghayatan
hidup bermakna
Berlainan
dengan penghayatan hidup tak bermakna, mereka yang menghayati hidup bermakna
menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari
perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
3. Conscience (hati nurani)
Salah satu
konsep Frankl adalah conscience (hati nurani). Menurut Frankl,
hati nurani adalah semacam spiritualitas alam bawah sadar, yang sangat berbeda
dari insting-insting alam bawah sadar seperti yang dikatakan Freud. Hati nurani
adalah inti dari keberadaan manusia dan merupakan sumber integritas personal
kita. Hal ini juga merupakan sesuatu yang sangat intuitif dan bersifat pribadi.
Hati nurani adalah sesuatu yang hidup.
Hati nurani
itulah yang “menghirup udara” dan member makna (meaning)kepada
hidup yang kita jalani. Hati nurani memiliki realitas sendiri, tidak terikat
dengan pikiran kita. Makna hidup bagaikan sebuah gambar. Hati nurani ada untuk
dilihat, dan bukanlah citraan yang diciptakan imajinasi kita. Ita mungkin tidak
akan selalu berhasil menangkap citraan atau makna tapi hal itu tetap ada.
4. The
existential vacuum
Apabila suatu makna adalah sesuatu
yang kita inginkan, maka ketidakbermaknaan merupakan suatu lubang, sebuah
kekosongan dalam hidup kita. Kapanpun ketika diri kita merasakan suatu
kekosongan (vacuum),maka memang sudah keharusan kita untuk mengisi
kekosongan itu.
B. Unsur-unsur Terapi
1. Munculnya Gejala
a.
Kebebasan
berkeinginan (freedom of will)
Pandangan
Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia
ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau
kekuatan lain dari luar.
b.
Keinginan akan makna (will
of meaning)
Manusia dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri
pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah
yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya
dirasakan berarti dan berharga. Frankl tidak sependapat dengan prinsip
determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong
mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya
sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya.
c.
Makna Hidup (meaning
of life)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat
penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal
itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang
berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (heppiness).
Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik . Ini disebabkan karena
individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan menciptakan
makna.
2. Tujuan Terapi
Terapis
pertama-tama harus memperlebar dan memperluas medan visual dari pasien sehingga seluruh spectrum makna dan
nilai-nilai disadari dan kelihatan olehnya. Dengan demikian, usaha pasien untuk
berpusat pada dirinya sendiri dipecahkan karena ia dikonfrontasikan dengan dan
diarahkan kepada makna hidupnya. Pemenuhan diri sendiri hanya bisa tercapai
sejauh manusia telah memenuhi makna konkret dari keberadaan pribadinya.
Terapi
juga membantu pengalaman individual yang nyata dari pasien sehingga ia dapat
mengikuti potensi-potensinya dan melampaui keadaan-keadaan yang tidak wajar.
Akhirnya,
terapis harus membantu pasien menghilangkan kecemasan dan neurosis kompulsif
eksesif. Terapi harus mengingat bahwa logoterapi bukan treatment simtomatik terhadap neurosis,
melainkan menangani sikap pasien terhadap simtom-simtom. Jadi seseorang dengan
gangguan fisik tetap bertanggung jawab terhadap sikap spiritual atau sikap eksistensialnya terhadap
keadaannya.
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a. memahami
adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap
orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya.
b. menyadari
bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan
bahkan terlupakan.
c. memanfaatkan
daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak
kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri
untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
3. Peran Terapis
a. Menjaga
hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
b. Mengendalikan
filsafat pribadi
c. Terapis
bukan guru atau pengkhotbah
d. Memberi
makna lagi pada hidup
e. Memberi
makna lagi pada penderitaan
f. Menekankan
makna kerja
g. Menekankan
makna cinta
C. Teknik-teknik
Terapis
1. Mengahadapi
situasi itu.
Seluruh gangguan
fisik pasien merupakan faktor-faktor, psikologis, dan spiritual. Tujuan
diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi
faktor manakah yang dominan.
2. Kesadaran
akan simtom
Dalam
menangani reaksi-reaksi neorosis psikologis, logoterapi diarahkan bukan pada
simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap pasien
terhadap simtom-simtom itu.
3. Mencari
Penyebab
Logoterapi
adalah suatu terapi khusus bagi frustasi eksistensial atau frustasi terhadap
keinginan akan makna.
4. Menemukan
Hubungan antara penyebab dan simtom
Neurosis
kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecamasan antisipatori yang
menimbulkan kondisi yang ditakuti pasien. Kemudian memperkuat kecemasan
antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga pasien menghindar.
Sumber
:
-
Corey, Gerald.
(1988). Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
-
Murad, J. (2006). Dasar - Dasar Konseling.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar