Minggu, 13 April 2014

TUGAS PORTOFOLIO 2 (PSIKOTERAPI)


Nama  : Annida Putriga
NPM   : 10511945 
Kelas   : 3PA11

                        I. Terapi Humanistik Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
A.    Konsep Dasar Pandangan Humanistik Eksistensial tentang Kepribadian
1.    Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Kesadaran diri membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap terapi. Kesadaran diri banyak terdapat pada akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2.    Kebebasan tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3.    Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.

B.     Unsur-unsur Terapi
1.      Munculnya Gangguan
a.        Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi yang utuh. Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih.
Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan terapi.
b.      Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hidup yang ditempuhnya.
Tugas terapis adalah mendorong klien untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan klien dan membuatnya bergantung secara neurotik pada terapis. Terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun terapis boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
c.       Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalami keterasingan. Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis, ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Salah satu ketakutan terbesar dari para terapis adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa. Para terapis eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para kliennya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali terapis menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi terapis adalah mengajak klien untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri. Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jika kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.
d.      Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi. Biasanya konflik-konflik yang mendasari sehingga membawa orang-orang ke dalam konseling adalah dilema-dilema yang berkisar pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial: Mengapa saya berada? Apa yang saya inginkan dari hidup? Apa maksud dan makna hidup saya? Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Tugas terapis dalam proses terapi adalah membantu klien dalam menciptakan suatu sistem nilai berlandaskan cara hidup yang konsisten dengan cara ada-nya klien. Terapis harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan klien dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri dan yang memungkinkan hidupnya bermakna. Klien tidak diragukan lagi akan bingung dan mengalami kecemasan sebagai akibat tidak adanya nilai-nilai yang jelas. Kepercayaan terapis terhadap klien adalah variabel yang penting dalam mengajari klien agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.
e.       Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih. Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. Banyak klien yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka. Terapis yang berorientasi eksistensial, bagaimanapun, bekerja tidak semata-mata untuk menghilangkan gejala-gejala atau mengurangi kecemasan. Sebenarnya, terapis eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tak diharapkan. Ia akan bekerja dengan cara tertentu sehingga untuk sementara klien bisa mengalami peningkatan taraf kecemasan.
f.        Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup. Kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan sekarang memiliki arti khusus. Yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup.
g.       Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia. Beberapa ciri pada orang-orang yang mengaktualkan diri itu adalah: kesanggupan menoleransi dan bahkan menyambut ketidaktentuan dalam hidup mereka, penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kespontanan dan kreatifitas, kebutuhan akan privacy dan kesendirian, otomoni, kesanggupan menjalin hubungan interpersonal yang mendalam dan intens, perhatian yang tulus terhadap orang lain, rasa humor, keterarahan kepada diri sendiri (kebalikan dari kecenderungan untuk hidup berdasarkan pengharapan orang lain), dan tidak adanya dikotomi-dikotomi yang artifisial (seperti kerja-bermain, cinta-benci, lemah-kuat).
2.      Tujuan Terapis
a.       Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
b.      Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c.       Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
3.      Peran Terapis
a.       Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
b.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
c.       Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
d.      Berorientasi pada pertumbuhan.
e.       Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
f.       Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
g.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
h.      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
i.        Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan serta meningkatkan kebebasan klien.

C.     Teknik-teknik Terapi Humanistik
Tidak seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan eksistensial-humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Proedur-prosedur terapeutik bisa dipungut dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestalt dan analisis transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedurpsikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial-humanistik.
Rollo May (1953, 1958, 1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikoterapi eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikoterapi eksestensial.
Pengalaman Klien Dalam Terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi – persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan – kecemasan apa yang akan dieksplorasikan. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan -pandangannya menjadi riel.
Penerapan : Eksistensial Humanistik tepat sekali diterapkan pada anak remaja yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan dan diperlukan untuk membentuk manusia yang mampu bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

    II.           II.  Person Centered Therapy (Rogers)
Carl Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.

A.    Konsep Dasar Pandangan Rogers Tentang Kepribadian
Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
1.      Pengalaman
Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari-jari kita seperti yang kita tulis.
2.      Realitas
Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang-orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu.
3.      Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan.
4.      Organisme mengaktualisasi kecenderungan
Ini adalah prinsip utama dalam tulisan-tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.
5.      Frame Internal Referensi
Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6.      Konsep Diri
Istilah-istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai-nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
7.      Symbolization
Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang-orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8.      Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur-unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.

B.     Unsur-unsur Terapi
1.      Munculnya Gejala
Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar/salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis. Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
2.      Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaanya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
3.      Peran Terapis
Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap-sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik-teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.

C.     Teknik-teknik Terapi
Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1.       Empathy
Empati adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dan pembelajaran. 
2.       Positive Regard (acceptance)
Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena keberadaannya.
3.       Congruence
Congruence / Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan. Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan.

 III.           III.  Logoterapi (Victor Frankl)
            Frankl belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamental yaitu kebebasan untuk memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib kita, kebebasan untuk memlilih cara kita sendiri. Frankl percaya bahwa arti dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk penderitaan dan kematian. Frankl berasumsi bahwa hidup ini adalah penderitaan, tetapi untuk menemukan sebuah arti dalam penderitaan maka kita harus terus menjalani dan bertahan untuk tetap hidup. Frankl menyatakan pentingnya dorongan dalam mencari sebuah arti untuk eksistensi manusia sebagai suatu sistem, yang kemudian disebut logoterapy. Logoterapy kemudian menjadi model psikoterapinya. 
            Menurut Frankl, keadaan dimana seorang individu kekurangan arti dalam kehidupan disebut sebagai kondisi neurosis. Inilah keadaan yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan dan hampa. Menurut Frankl, individu semacam ini berada dalam kekosongan eksistensial (existential vacuum), suatu kondisi yang menurut keyakinan Frankl adalah lumrah dalam zaman modern.

A.    Konsep Dasar Pandangan Frankl Tentang Kepribadian
1.      Penghayatan hidup tanpa makna (Meaningless)
Di dalam ketidakberhasilan seseorang menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless), hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Penghayatan-penghayatan seperti digambarkan di atas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk: berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), termasuk kenikmatan seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang(the will to money).
2.      Penghayatan hidup bermakna
Berlainan dengan penghayatan hidup tak bermakna, mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
3.      Conscience (hati nurani)
Salah satu konsep Frankl adalah conscience (hati nurani). Menurut Frankl, hati nurani adalah semacam spiritualitas alam bawah sadar, yang sangat berbeda dari insting-insting alam bawah sadar seperti yang dikatakan Freud. Hati nurani adalah inti dari keberadaan manusia dan merupakan sumber integritas personal kita. Hal ini juga merupakan sesuatu yang sangat intuitif dan bersifat pribadi. Hati nurani adalah sesuatu yang hidup.
Hati nurani itulah yang “menghirup udara” dan member makna (meaning)kepada hidup yang kita jalani. Hati nurani memiliki realitas sendiri, tidak terikat dengan pikiran kita. Makna hidup bagaikan sebuah gambar. Hati nurani ada untuk dilihat, dan bukanlah citraan yang diciptakan imajinasi kita. Ita mungkin tidak akan selalu berhasil menangkap citraan atau makna tapi hal itu tetap ada.
4.      The existential vacuum
Apabila suatu makna adalah sesuatu yang kita inginkan, maka ketidakbermaknaan merupakan suatu lubang, sebuah kekosongan dalam hidup kita. Kapanpun ketika diri kita merasakan suatu kekosongan (vacuum),maka memang sudah keharusan kita untuk mengisi kekosongan itu.

B.     Unsur-unsur Terapi
1.      Munculnya Gejala
a.       Kebebasan berkeinginan (freedom of will)
Pandangan Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar.
b.      Keinginan akan makna (will of meaning)
Manusia dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya.
c.       Makna Hidup (meaning of life)
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purposein life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (heppiness). Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik . Ini disebabkan karena individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan menciptakan makna.
2.      Tujuan Terapi
Terapis pertama-tama harus memperlebar dan memperluas medan visual dari pasien sehingga seluruh spectrum makna dan nilai-nilai disadari dan kelihatan olehnya. Dengan demikian, usaha pasien untuk berpusat pada dirinya sendiri dipecahkan karena ia dikonfrontasikan dengan dan diarahkan kepada makna hidupnya. Pemenuhan diri sendiri hanya bisa tercapai sejauh manusia telah memenuhi makna konkret dari keberadaan pribadinya.
Terapi juga membantu pengalaman individual yang nyata dari pasien sehingga ia dapat mengikuti potensi-potensinya dan melampaui keadaan-keadaan yang tidak wajar.
Akhirnya, terapis harus membantu pasien menghilangkan kecemasan dan neurosis kompulsif eksesif. Terapi harus mengingat bahwa logoterapi bukan treatment simtomatik terhadap neurosis, melainkan menangani sikap pasien terhadap simtom-simtom. Jadi seseorang dengan gangguan fisik tetap bertanggung jawab terhadap sikap spiritual atau sikap eksistensialnya terhadap keadaannya.
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a.   memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya.
b.   menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
c.     memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
3.      Peran Terapis
a.       Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
b.      Mengendalikan filsafat pribadi
c.       Terapis bukan guru atau pengkhotbah
d.      Memberi makna lagi pada hidup
e.       Memberi makna lagi pada penderitaan
f.       Menekankan makna kerja
g.      Menekankan makna cinta

C.     Teknik-teknik Terapis
1.      Mengahadapi situasi itu.
Seluruh gangguan fisik pasien merupakan faktor-faktor, psikologis, dan spiritual. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan.
2.      Kesadaran akan simtom
Dalam menangani reaksi-reaksi neorosis psikologis, logoterapi diarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap pasien terhadap simtom-simtom itu.
3.      Mencari Penyebab
Logoterapi adalah suatu terapi khusus bagi frustasi eksistensial atau frustasi terhadap keinginan akan makna.
4.      Menemukan Hubungan antara penyebab dan simtom
Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecamasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakuti pasien. Kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga pasien menghindar.


Sumber :
-          Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco.
-          Murad, J. (2006). Dasar - Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar