Minggu, 03 November 2013

Tulisan Cerita Pendek (Psikologi Manajemen) "Ada Asa di Ujung Puntung Rokok"


Nama    : Annida Putriga
Kelas    : 3PA11
NPM     : 10511945



ADA ASA DI UJUNG PUNTUNG ROKOK

"Kamu bisa membeli buku seperti yang saya pegang ini di Gramedia." ucap dosenku saat hari pertama aku menjadi seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta. Aku memperhatikan buku yang di tunjukan oleh dosen wanita yang sangat lembut. Beliau adalah dosen di mata kuliah Bahasa Indonesia. Kemarin atau masih saat ini aku simpan cita-cita menjadi seorang sastrawati atau penyair yang berhubungan dengan Bahasa dan Sastra Indonesia. Namun aku urungkan cita-cita itu, tapi bukan aku kubur melainkan aku simpan dan aku akan berharap semoga kelak apapun jurusan yang aku pilih, aku tetap ingin menjadi seorang sastrawati dan menciptakan sebuah karya. ITU MIMPIKU.
***

"Bunda, bisa antar aku beli buku di Gramedia minggu ini ?" tanyaku pada Ibuku
"Buku apa ?"
"Buku Bahasa Indonesia judulnya Bangga Berbahasa Indonesia." senyumku berkembang
"Mau beli dimana ?"
"Di Gramedia bun."
"Sendiri bisa ? Bunda sibuk Nak."
"Emmm yaudah deh." jawabku tak mau banyak mengeluh. Jika Bunda tidak bisa maka aku tidak ingin memaksa.
Aku kembali membuka novelku untuk melanjutkan bacaanku.
***
          
Minggu pagi aku berangkat ke Gramedia Matraman dengan menggunakan angkutan umum. Sendiri. Sampai di dalam bus, aku melihat pengamen yang sedang bernyanyi. Aku mengamati pengamen itu. Perawakannya sedang, wajahnya pun lebih cocok untuk menjadi anak yang ada di dalam mobil mewah dan tidak seharusnya panas-panasan serta meronta-ronta kesana-kemari untuk mencari uang. Cocok sebagai anak bos. Dia  bernyanyi sambil memainkan gitar yang dia bawa. Dengan alunan yang indah, dia menyanyikan sebuah lagu dari Ebiet G. Ade dengan judul Berita Kepada Kawan. Aku tersentuh karena memang lagu itu sangat indah di dengar.
"Permisi Teh." ucap pengamen itu sambil menyodorkan kantong plastik yang ia tenteng untuk meminta haknya karena ia sudah bernyanyi untuk menghibur.
"Oh iya maaf Dek." ucapku kaget dari lamunanku dan arah mataku ke jendela bis kota itu sambil mengeluarkan uang receh di dalam tasku
"Terima kasih teteh." ujar pengamen tersebut dengan senyuman
Jika aku perkirakan, anak itu berumur belasan. Mungkin dia SMP atau awal masuk SMA. Tapi itu tidak penting buatku. Pada intinya untuk mencari makan saja mungkin susah. Namanya hidup di kota Jakarta. Aku turun pas di depan Gramedia Matraman. Dan setelah itu aku lanjut ke Pasar Senen. Jam sudah menunjukan waktu siang. Ketika aku sedang mencari makan, mataku kembali melihat sosok pengamen yang tadi pagi aku lihat di bis. Namun aku mengabaikannya karena itu tidak penting buatku. Aku kembali mencari tempat makan. Aku lebih memilih makan di emperan dengan menu seperti biasa saja. Cukup ketoprak dan es teh manis. Itu sudah membuat aku sangat menikmatinya.
Ketika aku sedang memesan dan memilih duduk di pojokan, aku memainkan handphoneku. Ada 3 sms dan 3 kali panggilan. Aku membukanya.
"Hati-hati dijalan yah Adee." pesan dari Bundaku
"Beli buku buat kuliah dulu, jangan Novel yah." pesan dari Kakak ku
"Adee hati hati di jalan pulangnya jangan kesorean yah." pesan dari Ayahku yang selalu tanpa titik atau koma atau tanda yang lainnya. Aku hanya tersenyum dan membalas semua pesan itu. Ketika aku sedang menikmati hidangan itu. Aku kembali melihat sosok pengamen itu. Kali ini dia sedang berbicara dengan Ibu-ibu tukang ketoprak yang aku pesan. Pengamen itu melihat ke arahku dan tersenyum manis. Kemudian dia berjalan ke arahku dan duduk di hadapanku.
"Saya boleh duduk disini Teh ?" tanya dia dengan sopan dan ramah
"Oh.. boleh kok, silakan saja." jawabku
"Teteh dari toko buku ?"
"Iya, kamu sebenernya siapa Dek ? kamu anak Ibu itu ?" tanyaku
"Oh bukan Teh, saya cuman nabung sama Ibu itu." jawab dia dengan santai
"Nabung ?" tanyaku masih engga mengerti.
"Ya setiap saya selesai mengamen, saya selalu nabung dengan Ibu itu."
"Terus uangnya untuk apa ?" tanyaku.
"Untuk adik ku sekolah." jawab dia. Perbincangan kita seperti kita sudah saling kenal satu sama lain. Dia mulai bercerita sambil ngisap puntung rokoknya.
***

"Saya merawat anak perempuan Teh, sebenernya dia bukan adik saya." awal dia bercerita
"Terus ?"
"Dia saya temuin di pinggir jalan waktu saya pulang ngamen jam satu malem."
Hening. Aku terdiam. Dan dia masih mengisap rokoknya.
"Dia menangis, saya iba mendengar tangisan itu. mungkin umur dia saat itu masih terbilang 2 tahunan. akhirnya saya menggendongnya dan tak tau harus di taro dimana saat itu. Saya engga punya rumah, saya engga punya duit. tapi yang saya fikirkan bukan itu, yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah bagaimana saya bisa menghentikan tangisan itu hingga ia terlelap tidur."
"Emmm lalu ?" tanyaku masih penasaran
Lalu saya membawanya ke tempat biasa saya berteduh. Saya berusaha untuk menghentikan tangisannya dengan yang saya bisa.”
Terus kenapa kamu mau menolong anak itu ?” pertanyaan yang konyol mungkin.
Sebelum saya menemukan anak itu dan selama saya hidup, saya engga akan pernah tau arti dari berbagi.” Jawab pengamen itu sambil mengisap rokoknya dalem-dalem.
Meski saya engga punya apa-apa tapi saya senang dan bahagia bisa memberi sesuatu kepada orang lain.” Lanjut dia
Terus apa yang ada dalam pikiran kamu ?”
Tuhan masih ngasih saya anggota tubuh yang sempurna, dan saya engga mau menyia-nyiakan itu. Yang terpenting dalam hidup saya adalah saya bisa membuat orang bahagia dan bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekeliling saya meski awalnya saya hanya seorang diri.”
Aku terdiam. Aku masih engga mengerti dengan apa yang diceritakan pengamen tersebut. Aku diam seperti orang bodoh. Apa maksud dia menghampiriku ? kemudian menceritakan semua tentang hidupnya kepadaku ? apa dia ingin aku iba kepadanya ? aku masih engga mengerti. Tapi selama dia tidak berbuat jahat, aku akan tetap mendengarkan semua cerita dia.
Terus kenapa engga kamu aja yang sekolah ?” tanyaku
Untuk saya itu engga penting, karena saya tau bahwa ada yang lebih membutuhkan daripada saya Teh.”
Emang kalau kamu sekolah, kamu kelas berapa ?”
Jangankan umur atau kelas, nama saya aja saya engga tau.”
Loh kok gitu ? orang tua kamu kemana emang ?”
Engga tau gimana kejadiannya, tiba-tiba saya ada di bawah pohon. Apa mungkin saya di buang oleh orang tua saya. Pada intinya tiba-tiba saya menyadari bahwa saya hanya seorang diri.”
Aku menunduk mendengar perkataan dia yang terakhir. Tiba-tiba saya menyadari bahwa saya hanya seorang diri”. Kalimat itu membuat hati saya berdegup kencang. Aku segera merogoh tasku untuk mengambil sapu tangan sebelum air mata ini bener-bener meleleh. Tapi terlambat, aku tak bisa membendung air mataku. Dan aku biarkan mengalir di depan pengamen itu. Mengalir tanpa aku hapus dan aku masih menunduk.
Kenapa Teteh menangis ?” tanya dia sambil menyodorkan tissue untukku. Aku melirik tangannya yang memegang tissue untukku. Aku mengambilnya dan mulai mengapus air mataku dengan tissue itu.
Kamu hebat.” Ucapku lirih
Tuhan yang telah mengatur jalan hidup saya.”
Saya tau, Tuhan memberi saya jalan untuk menjadi seorang diri, kemudian Tuhan kasih saya jalan untuk bertemu anak itu dan Tuhan membisikan saya untuk membantu agar hidup saya tidak pernah sia-sia dan bermanfaat untuk orang lain.” Lanjut dia. Tenggorokan aku mulai tersendat. Tiba-tiba aku bener-bener seperti orang bodoh dihadapan pengamen itu. Mataku mulai berair lagi. Aku ingat, waktu aku menangis karena merasa kesepian. Aku engga pernah bersyukur.
Untuk apa Teh menangis ? menangis pun tidak akan pernah bisa merubah keadaan.”
Aku hanya terharu.”
Teteh pernah denger lagu Sherina yang judulnya ku bahagia ?” tanya dia
Pernah, sering malah.” Jawabku
Saya nyanyiin yah teh.” Ucap pengamen itu sambil mengambil gitarnya dan bernyanyi dihadapanku.
***

Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senyumpun susah, rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan. Oh aku bahagia.”
Ternyata jam tanganku menunjukan pukul 16.00. Dan ketika aku melihat handphoneku sudah ada 7 panggilan tak terjawab dan 4 sms. Berbagi dengan pengamen itu memakan waktu 3 jam. Tapi itu bukan hal yang sia-sia karena aku mendapat pelajaran berharga.
Udah sore Dek, aku harus pulang.” Ucapku
Maaf sudah menyita waktu Teteh.” Kata dia sambil menyalakan rokoknya untuk kesekian kali
Kamu perokok berat yah ?” tanyaku
Karena saya percaya Teh bahwa ada asa di setiap puntung rokok hahahahahaha..” Pengamen itu mengajak bercanda
Aku diantar dia sampai aku mendapatkan bis untuk pulang ke rumah. Dia berdiri mematung sambil mengucap terima kasih dan selamat tinggal. Ketika aku sudah naik ke dalam bis, aku mencari tempat kosong. Aku lebih memilih pojok jendela. Pengamen itu masih berdiri sambil melihat ke arahku. Aku tersenyum dan melambaikan tangan. Dan dia juga melakukan hal yang sama. Pelajaran yang aku dapat, meski dalam keadaan apapun kita harus bersyukur. Menggunakan apa yang sudah Tuhan hadiahkan dengan sebaik mungkin karena itulah hadiah termahal yang Tuhan beri. Pengamen itu rela mencari uang untuk menyekolahkan anak perempuan yang ia temukan, bukan adik, bukan keluarga, bukan sodara, tapi ia sudi untuk menolong dan menyelamatkan masa depannya. Pengamen itu tetap bahagia dan menggunakan keadaan yang ada dengan rasa syukur dan bahagia. Kuncinya dengan menolong, kita bahagia. Dengan membantu, pintu hati kita akan selalu terbuka. Aku bahagia karena aku pulang dengan membawa pelajaran berharga. Dan aku ingat pesan terakhir dia, “Buat saya yang paling seneng adalah bisa berbagi karena dengan berbagi senyum kita tak akan pernah luntur.”
Aku berjanji, jika aku punya waktu luang aku akan kembali menemui pengamen itu. Dan bodoh sekali orang tuanya yang telah membuang dia, karena ternyata dia tumbuh menjadi laki-laki yang mandiri dan hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar