A.
Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
·
Penyesuaian
diri dapat didefinisikan sebagai interaksi Anda yang kontinu dengan diri Anda
sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda (Calhoun dan Acocella dalam
Sobur, 2003:526).
·
Penyesuaian
diri merupakan suatu konstruksi/bangunan
psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu
terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu
sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek
kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar
dirinya (Desmita, 2009:191).
·
Penyesuaian diri adalah
usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan
lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang
efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2002:56).
·
Penyesuaian diri adalah
suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu
berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita,
2009:192).
2.
Konsep
Penyesuaian Diri
Penyesuaian
dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan
eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah
dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan
sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti
menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai
penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi
respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu
memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat.
Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya
ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap
situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai
keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
3. Pertumbuhan Personal
·
Penekanan pertumbuhan, penyesuaian
diri dan pertumbuhan :
Pertumbuhan
Pribadi manusia adalah suatu proses organis dan bukan suatu proses mekanis.
Kita tidak lagi berbicara tentang membangun, melainkan tentang mengasuh, tidak
lagi tentang melekatkan dasar-dasar melainkan tentang menumbuhkan akar-akar,
tidak lagi menanamkan melainkan menstimulasi dan menjawab kebutuhan-kebutuhan
secara baik.
Pertumbuhan
adalah proses yang mencakup pertambahan dalam jumlah dan ukuran, keluasan dan
kedalaman. Prof. Gessel mengatakan, bahwa pertumbuhan pribadi manusia adalah
proses yang terus-menerus. Semua pertumbuhan terjadi berdasarkan pertumbuhan
yang terjadi sebelumnya.
Kita sebagai
manusia akan selalu mengalami dua aspek pertumbuhan pribadi. Pada satu
pihak, kita mempunyai irama dan bobot pertumbuhan pribadi yang sifatnya
individual. Irama serta bobot pertumbuhan ini mungkin cepat mungkin lambat,
mungkin sehat dan berlangsung secara baik dari tahap yang satu ke tahap
lainnya, mungkin sangat menggembirakan dan menghasilkan suatu pribadi yang
normal. Namun ada juga orang lain yang irama serta bobot pertumbuhannya kurang
baik, kurang sehat, sehingga pribadi yang dihasilkan tidak normal.
·
Variasi dalam Pertumbuhan :
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri,
karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak
berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat
dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
·
Kondisi-kondisi untuk
Bertumbuh :
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi
fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya
secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon
mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh
dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf
yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan
diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah
merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem
saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian
diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf,
kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah
laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik
merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping
itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri,
kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam
kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit
jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian
dirinya.
·
Fenomenologi
Pertumbuhan :
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang
dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia
dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam
pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi
tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi
Humanistik. Carl Rogers menggaris besarkan pandangan Humanisme sebagai berikut
(kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33).
B. STRESS
1. Apa itu stress ? Efek-efek dari stress “General
Adaption Syndrom” menurut Hans Selye :
Stres
menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah
respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih
organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi
pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres,
gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik
(fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk
stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal
tersebut dikatakan eustres.
2. Faktor-faktor Individual dan Sosial yang menjadi
penyebab Stress :
·
Faktor Sosial :
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan
sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan
sosial mencakup, dukungan emosional, seperti rasa dikasihi, dukungan nyata,
seperti bantuan atau jasa, dan dukungan informasi, misalnya nasehat dan
keterangan mengenai masalah tertentu.
·
Faktor
Individu :
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua
karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap
stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu
dan berapa terduganya stresor itu (predictability).
3.
Tipe-tipe Stress Psikologi :
·
Tekanan
: Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya.
Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh
harapan-harapan dari pihak di luar diri.
·
Frustasi
: Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam
pencapaiannya. Bila kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami
frustrasi. Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian
terhambat untuk melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa
frustrasi. Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh
makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.
·
Konflik
: Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan
terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik
menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan
mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas. Konflik
mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti,
tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton. Konflik
mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia
tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk
konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus
lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan
segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena
pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh
bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain,
ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu
relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
·
Kecemasan : Kecemasan merupakan suatu respon
dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah,
khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang
karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya
subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan
tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa
yang menyebabkan ia mengalami kecemasan. The New Encyclopedia Britannica (1990)
kecemasan atau anxiety adalah suatu perasaan takut, kekuatiran atau kecemasan
yang seringkali terjadi tanpa ada penyebab yang jelas. Kecemasan dibedakan dari
rasa takut yang sebenarnya, rasa takut itu timbul karena penyebab yang jelas
dan adanya fakta-fakta atau keadaan yang benar-benar membahayakan, sedangkan
kecemasan timbul karena respon terhadap situasi yang kelihatannya tidak
menakutkan, atau bisa juga dikatakan sebagai hasil dari rekaan, rekaan pikiran
sendiri (praduga sbuyektif), dan juga suatu prasangka pribadi yang menyebabkan
seseorang mengalami kecemasan.
4.
Sympton-Reducing Responses terhadap stress, mekanisme pertahanan
diri dan strategi cipong untuk mengatasi stress “minor”:
·
Menghilangkan
stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut
Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari
dua bentuk, yaitu pertama Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused
coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres
atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan
berusaha menyelesaikannya. Kedua Coping yang berfokus pada emosi
(problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres
dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional,
terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
·
Strategi
penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567) :
pertama strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk
memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut
dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang
ditimbulkannya secara langsung. Kedua strategi menghindar (avoidance
strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan
penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri
atau menghindar dari penyebab stress.
·
Menurut
Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan
strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua,
lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat
dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang
dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah
merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan
telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama
tahun sebelumnya.
·
Berpikir
positif dan self-efficacy. Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567)
self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan
lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang
dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik
seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas
rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri
sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan
konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan
terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam
kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang
sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock,
2003 : 568).
·
Sistem
dukungan. Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar
(dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang
lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan sebagai
pertahanan yang baik terhadap stress.
·
Berbagai
strategi pena
nganan stress. Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).
nganan stress. Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).
5.
Pendekatan Problem Solving terhadap stress, bagaimana meningkatkan
toleransi stress ?
·
Kita
mengalahkan stress dengan cara menyelesaikan problem stressor (hal yang membuat
stress itu). Misalnya, kita stress karena menderita suatu penyakit, maka kita
menyelesaikan masalah dengan berobat sehingga penyakit kita bisa sembuh. Atau bisa
juga dengan mengusahakan agar kita bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang
terjadi (bila situasinya sendiri tidak bisa dirubah).
Sumber :
Sumber :
Chaplin,J.P. (a.b. Kartini Kartono). (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar