Senin, 23 April 2012

TUGAS SOFTSKILL

SOUVENIR PERNIKAHAN NIDA DAN ULUM 
  • NAMA        : ANNIDA PUTRIGA
  • NPM           : 10511945
  • KELAS       : 1PA07 


1.Sebuah Perkenalan
          Aku masih terdiam. Tangan kananku masih menggenggam brosur Lomba Menulis Sejarah KH Noer Alie Pahlawan Nasional Asal Bekasi. Aku melirik kedua temanku, Rianti dan Mumun yang sedang berbincang di pendopo saat jam kursus mengetik dibatalkan. Aku berjalan menuju kedua temanku dan menunjukkan brosur kepada mereka.
Mengikuti lomba ini adalah ide yang bagus, bukan?” kataku sambil tersenyum. Kedua temanku masih terdiam sambil membaca brosur yang aku berikan.
Kita bertiga maksud ente?” tanya Rianti dengan wajah yang sedikit kaget.
Iya, kita bertiga, mau?” tanyaku lagi.
Tapi, gimana caranya?” Ternyata Mumun masih bingung.
Mudah kok. Di brosur ini ada nomor telepon panitia yang bisa kita hubungi. Gimana?” Aku masih keukeuh  untuk membujuk kedua temanku.
Ya udah, boleh deh. Ana bantuin ente aja yah, Nida?kata Rianti.
          Rencananya, aku dan kedua temanku adalah menghubungi salah satu panitia lomba menulis itu pada Minggu pagi.
Ayo, cepat! Wartelnya sudah buka. Nanti kalo siang pasti ngantri,ucap Rianti bersemangat. Aku dan kedua temanku berjalan dari asrama menuju depan madrasah.
Ente aja yang ngomong yah, Nida?kata Mumun.
Eh, jangan ana dong. Ana malu, nih,ucapku sambil melirik Rianti.
Apa liat-liat ana ?” Rianti langsung protes saat aku melirik ke arahnya.
Udah, Nida aja yang ngomong. Engga usah malu kali,ucap Mumun mendukungku.
Oke deh,jawabku.
          Setelah delapan digit angka kutekan, aku menunggu seseorang yang di sana untuk mengangkatnya.
Halo! Assalamualaikum. Maaf kak, saya mengganggu. Ini bener kak Ihya, panitia Lomba Menulis KH Noer Alie ?” salamku setelah nadanya tersambung.
Waalaikumusalam. Iya bener. Saya Ihya.”
Emm, maaf Kak. Saya Annida, mau tanya tentang lomba menulis, Kak, tanyaku dengan gugup. Setelah kakak itu menjelaskan mengenai lomba tersebut, aku mengakhiri perbincangan itu.
Oh, gitu yah, Kak? Sebelumnya saya mohon maaf jika mengganggu dan terima kasih banyak yah, Kak?ucapku penuh hormat.
Oh, iya Neng, sama-sama. Selamat menulis, yah!
Kak Ihya sangat mendukungku untuk ikut lomba tersebut karena sejauh ini dia mengatakan bahwa pelajar masih minim yang mengikuti lomba.
Terima kasih, Kak. Asalamualaikum,salamku untuk mengakhiri dan ia pun menjawabnya.
          Itulah gambaran awal sekali aku mengenal suamiku, bermula dari acara lomba menulis. Setelah aku lulus dari Pondok Pesantren Attaqwa Putri tercinta, aku mulai merancang karya. Akan tetapi, aku mendapatkan banyak kesulitan, mulai tugas kampus yang seabrek, tak memiliki data yang representatif, hingga terpisah dari kedua temanku. Rianti sudah belajar ke Pare, Kediri, sedangkan Mumun kuliah di Ciputat. Aku pun merasa tidak percaya diri bila harus aku sendiri yang mengikutinya.
          Sebulan setelah itu, aku mendapat pesan dari Kak Ihya, “Asalamualaikum, Neng Nida. Bagaimana dengan tulisannya? Udah sampe di mana ?”
Waalaikumusalam. Maaf, Kak. Saya engga jadi ikut,jawabku.
Yah, kenapa, Neng? Kecewa deh saya.
Kedua teman saya udah pada mencar kuliahnya, yang satu di Ciputat dan yang satu lagi kursus di Pare. Saya engga pede kalo harus ikut sendiri dan kebetulah bahan yang saya dapatkan baru sedikit,” jelasku panjang lebar.
Saya bantu yah, gimana?”
Tawaran tersebut tidak juga membuat aku tergiur karena jujur saja aku benar-benar tidak percaya diri bila harus ikut sendiri.
Maaf, Kak. Bukan saya engga mau, tapi gimana yah, Kak, saya bener-bener engga pede.”
Ya udah deh. Selamat beraktivitas aja yah, Neng! Ingat, pengumpulan naskah masih empat bulan lagi dan kamu masih bisa berubah pikiran,bujuk Kak Ihya penuh semangat. Namun aku hanya diam dan mengucap terima kasih.
          Begitu hebat dia memberi aku semangat untuk tetap ikut lomba. Bahkan, dia juga memberi tahu aku tentang hadiahnya yang menggiurkan. Tapi, entah mengapa aku tetap bergeming dan selalu mengatakan bahwa aku tidak percaya diri bila harus ikut seorang diri.
          Lambat laun, perbincangan kami tidak hanya berpusat kepada lomba tersebut. Aku mulai banyak bertanya tentang apa saja kepadanya. Salah satunya adalah seputar ajaran maupun hukum Islam. Pernah suatu ketika, karena kebetulan aku kuliah tidak hanya bersama orang yang seagama denganku, ada satu pertanyaan yang aku ajukan terhadapnya. Aku bertanya melalui pesan yang aku kirim, lalu lima menit kemudian aku mendapat balasannya.
“Pertanyaan kamu membutuhkan jawaban yang panjang dan kudu jelas masalahnya. Ini berkaitan dengan agama.”
Seperti itulah pesan yang aku baca.
“Bagaimana kalo Kakak kirimi jawaban melalui email saja ? Atau kalo kita ketemuan aja, gimana?”
“Ya deh, boleh,” aku menjawab seadanya meskipun hatiku agak bergetar menerima tawaran itu.

2.       Pertemuan
            Aku masih saja mematung di depan cermin, melihat siapa diriku.  Aku memang bukan gadis cantik yang diimpikan banyak orang. Namun, aku selalu bersyukur karena Allah SWT menyempurnakan organku untuk mampu melihat, mendengar, dan berbicara. Aku juga termasuk gadis beruntung karena Allah SWT masih memberiku kemampuan untuk melanjutkan kuliah. Meski begitu, rasa syukurku membuat aku tidak cepat puas. Aku yakin, “Jika kita bersyukur, Allah akan menambahkan nikmat-Nya bagi kita.” Aku membetulkan jilbabku dan tersenyum.
Nida, Lo lama banget sih!teriak temanku.
Iya, sebentar,jawabku senyum mengembang di depan cermin.
Lama banget dandannya? Hmm, mentang-mentang mau ketemu emmmm…, ledek temanku sambil menjerengkan mata.
Apaan sih, Lo?kataku masih dengan senyum tersungguing.
          Setelah mengantarku ke sebuah mal di daerah Bekasi, dia kembali pulang. Dengan gontai, aku berjalan memasuki mal. Jujur saja, aku tidak terlalu suka pergi ke mal. Aku terus berjalan dan mencari-cari sosok yang ingin kujumpai sore itu.
Oh, kamu yang namanya Nida?” awal sapanya berjumpa.
Iya. Ini Kak Ihya?tanyaku agak sedikit malu.
Tentang lomba itu, kamu masih mau ikut?” tanyanya lagi.
Engga, Kak,” jawabku singkat.
Saat itu, ia menjawab semua pertanyaanku. Aku diam mendengarkan. Tidak banyak kata yang aku keluarkan. Setelah panjang lebar menjelaskan, kami sedikit bercerita urusan pribadi.
Oh iya, gimana hubungan kamu dengan dia?” tanyanya sambil tersenyum menggoda.
Ah, saya diduain, Kak.”
Aku sedikit males untuk membahas masalah itu lagi dan sepertinya engga perlu lagi dibahas. Dia pasang raut wajah kaget. Tapi, aku tetap mencoba tersenyum.
Mmm, kalo begitu sekarang kamu free dong?” tanyanya dengan senyum yang sulit aku tebak. Tidak mengira sebelumnya jika dia bertanya seperti itu.
Bisa dibilang seperti itu, Kak,jawabku sekenanya.
Oke, saya sudah paham sekarang,ucapnya. Kata-katanya membuat saya bingung.

3. Ekspresi Hati
          Tiga hari setelah pertemuan itu, kami berdua memang tetap berkomunikasi melalui handphone. Tapi unik, ia mengutarakan heart expression-nya melalui bundaku. Ia mengatakan bahwa He likes me. Bukan hanya itu, ia juga mengatakan bahwa He wanted me seriously. Aku kaget bukan main. Aku ini masih bau kencur, lalu mengapa dia ingin serius denganku? Jelas saja aku tidak percaya. Aku pun mengabaikan hal itu.
Aku tidak percaya, Bun,protesku.
Bener, Ade. Kak Ihya nelepon Bunda dan dia bilang bahwa dia menyukai kamu,bundaku menjelaskan.
Mungkin suka aja kali, Bun,aku masih keukeuh tak percaya.
Tapi dia bilang sama Bunda, ingin serius sama kamu.”
Tapi, Bunda, Kak Ihya engga bilang apa-apa sama aku.”
          Seperti itulah aku tahu bahwa ia ingin serius denganku. Aku tidak pernah berpikir untuk itu, apalagi untuk lebih serius. Sungguh di luar dugaanku.
Saya emang mau serius sama kamu,ucapnya padaku suatu hari.
Kenapa Kakak memilih saya?”
Karena kamu  masih muda. Pandai berkarya pula,ucapnya mantap. Aku masih terdiam.
Saya inget pesan Kiai Nur (Pimp. Ponpes Attaqwa Pusat Putera). Kalo mau cari istri itu yang muda karena pertumbuhan biologis seorang wanita itu lebih cepat ketimbang laki-laki. Saya engga mau nantinya istri saya lebih tua dari saya meskipun umurnya tetap tuaan.
Tapi pengalaman saya masih sedikit, Kak. Saya belum bisa apa-apa. Saya masih terlalu muda untuk Kaka.”
Segala sesuatu itu butuh proses, Neng. Yang penting saya nyaman sama kamu. Wajah kamu itu engga ngebosenin.
Tapi saya bukan gadis sempurna. Saya memiliki banyak kekurangan. Saya merasa engga cocok dengan Kakak.”
Kamu inget kemaren kamu bilang ke saya bahwa di dunia ini engga ada yang sempurna. Kamu pernah bilang, jika di dunia ini semua sama, tidak akan ada warnanya.
Ya, iya sih, tapi…,aku tak melanjutkan. Aku terdiam meskipun di ujung lidahku terasa masih berjuta tanya yang ingin aku lontarkan.
          Aku tak hentinya berdoa dan meminta petunjuk-Nya. Allah SWT selalu ada untuk hamba-Nya. Rasa kekeliruan setiap manusia itu wajar dan itu sebagai tanda bahwa tanpa pertolongan-Nya, kita tak berarti apa-apa. Seperti lirik lagu Mata Hati yang ditulis Erry Band,Kala manusia tak lagi kuasa, bagai sebutir debu yang tak berdaya.

 4.  Pendapat Ayah
          Bakda Isya adalah waktunya aku, bunda, ayah, dan kakakku berkumpul. Setelah makan malam, kami semua berkumpul di depan tivi. Bundaku memulai percakapan. Aku rasa hawa-hawa di rumah malam itu terasa bagai ada setitik gerimis yang membahasahi tubuhku. Entahlah, aku sulit melukiskannya.
“Yah, Ulum mau serius sama Ade. Dia mau ngelamar Ade,” ucap Bunda memulai percakapan malam itu. Kening ayahku mengerut. Ia terdiam cukup lama.
 “Ayah berpikir, Ade itu harus kuliah hingga selesai, lalu kerja kemudian menikah,” ucap ayah memulai pembicaraannya.
“Dan ayah berpikir, kakak dulu yang menikah baru Ade. Tapi, apa boleh buat. Mungkin memang jodoh Ade lebih cepat. Jodoh itu kan Tuhan yang ngatur,” ucap ayah melanjutkan. Aku hanya terdiam.
“Sekarang Ayah mau tanya ke Kakak. Emang Kaka mau dan ikhlas dilangkah?” pertanyaan ayah sedikit membuat aku iba kepada kakakku.
“Kakak sih terserah Ade. Soalnya kan Ade yang nantinya bakal ngejalani. Satu pesen Kakak, gimana pun caranya, Ade engga boleh putus kuliah meski udah menikah,” jawab kakakku. Tulus sekali terdengarnya. Memang, inilah yang selalu aku banggakan dari kakakku. Ia kakak terhebat, hanya satu-satunya dan tak ada duanya.
“Kakak udah ngizinin Ade menikah duluan. Gimana dengan Ade? Udah siap belum?” tanya bundaku.
“Insya Allah, Bun. Bismillah aja,” lirihku pelan.
          Tapi jujur saja, aku melihat ada setitik air di kelopak mata ayahku. Mungkin ayah sedih dan terharu mendengar anak bungsunya akan dilamar. Dulu waktu aku masih menjadi santri, ayah selalu berkata, “Ade kapan lulus yah? Ayah udah kangen kepengen Ade di rumah.”
          Jodoh, rezeki, dan maut itu semua diatur Allah SWT. Kita sebagai manusia tidak pernah tahu kapan semua itu terjadi. Hanya sepenggal doa yang aku iringi untuk terus melangkah. Berusaha, doa dan ikhtiar. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan jua yang menentukan.
“Meski Ayah hanya seorang pegawai biasa, Ayah engga akan pernah lelah bekerja untuk membahagiakan anak-anak Ayah. Kalian itu titipan yang harus dijaga. Tapi kamu harus ingat, jangan lupa untuk selalu berdoa. Kehidupan itu harus diperjuangkan dengan keikhlasan serta ketulusan hati,” ucap ayahku sambil membelaikan tangannya lembut di kepalaku.
          Ayahku memang sosok yang tidak banyak bicara, tapi selalu berusaha untuk ada ketika anak-anaknya membutuhkannya. Ia selalu berusaha memenuhi keinginan anak-anaknya meski harus membanting-tulang dan menguras keringat. Beliau adalah ayah terhebat sepanjang masa. Aku mencintai ayah. Sungguh sangat. Meski senja sudah memasuki usianya, tapi semangat ayah masih membara dan akan terus membara. Ia memang ayah terhebat di dunia.

5.       LIFE IS NEVER FLAT
Life is never flat itu biasa. Memang hukum yang mutlak dan semua orang pasti menyetujuinya. Tapi tergantung bagaimana kita menyikapinya. Perbedaan itu pun adalah rahmatillah (kasih sayang Tuhan). Perbedaan warna kulit, perbedaan suku, perbedaan prinsip itu wajar dan itu indah karena jika semua sama maka tidak ada warnanya kehidupan ini, terasa datar saja. Semua di dunia ini engga ada yang sempurna semuanya memiliki kekurangan. Melengkapi satu sama lain itulah tugas kita. Seperti lagu Bekisar Merah, “Tiada yang salah dengan perbedaan dan segala yang kita punya. Yang salah hanyalah sudut pandang kita yang membuat kita terpisah. Karena tak seharusnya perbedaan menjadi jurang bukankah kita diciptakan untuk dapat saling melengkapi mengapa ini yang terjadi.”
Malam itu, masih teringat jelas di memoriku. Aku sedang duduk di kursi. Tiba-tiba kakakku memanggilku. Memang belakangan ini kakakku terlihat agak prihatin menjelang lamaran itu. Aku jadi kaku.
“Kenapa, Kak ?” tanyaku setelah berjalan ke arahnya.
“Emang lo udah siap nikah? Umur lo masih muda,” pertanyaan kakak jelas membuat aku kaget bukan main.
“Kenapa tiba-tiba Kaka nanya gitu?” aku balik bertanya.
“Jawab dulu pertanyaan gw, De.”
“Iya, Kak. Insya Allah Ade siap.”
“Bener? Jangan ragu-ragu, lo. Perjalanan lo masih panjang. lo masih mempunyai banyak kesempatan untuk berkarya. Bisa menjamin engga kalo lo tetep kuliah nanti? 
Ucapan kakak tepat mengenai hatiku sehingga membuat alirran darahku seperti terhenti seketika. Seperti itulah gambarannya. Aku agak sedikit goyah bak perahu yang mulai goyang terbawa ombak. Jujur saja, aku setuju dengan pendapat kakak tapi menolak lamaran juga bukan jalan yang baik. Aku terdiam dan aku meninggalkan kakak di teras. Aku ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tapi aku engga boleh putus asa. Jangan jadikan perkataan yang menyakitkan itu sebagai alasan kita untuk berhenti melangkah.” Aku terus berpikir, mengapa kakak setega itu denganku. Awalnya dia sangat mendukungku dan mengizinkan aku menikah duluan, tapi kenapa tiba-tiba dia seperti itu. Faktor apa yang membuat dia berkata seperti itu.
Kak, Ade.. mau.. bicara,ucapku terbata-bata saat melihat kakakku sedang santai di teras.
Ada apa?” jawabnya sambil menggunting kuku.
Ade siap kok, Kak, dan insya allah Ade akan tetep kuliah dan tetap berkarya.”
Sebenernya, gw mah terserah Lo dan gw tetep dukung, tapi gw cuma takut Lo jadi males kuliah. Kan sayang kalo zaman sekarang cuma lulusan aliyah doang. Lo itu harus inget perjuangan ayah yang engga pengen anak-anaknya cuma jadi lulusan SMA kaya ayah. Meskipun ayah cuma lulusan SMA, tapi ayah tuh engga pengen kita ngikutin jejak beliau.” Penjelasan kakak ku jadi membuat aku semakin sedih
Iya, Kak. Kak Ulum juga bilang gitu.
Ya udah. Sekarang kita semua dukung. Tinggal diri lo aja gimana. Lo harus pinter-pinter bagi waktu. Biasain dari sekarang!
Pesan kakak menenangkanku. Aku jadi teringat kata-kata guruku dulu waktu masih mondok. Ustaz Mukhtar pernah bilang, “Bapaknya insinyur kemudian anaknya jadi insinyur juga itu udah biasa. Tapi, kalo bapaknya cuma tukang becak terus anaknya jadi sarjana, itu yang luar biasa.”
          Biar agak sedikit galak, tapi kakak ada kalanya selalu benar. Cara dia membimbing adiknya memang unik, tapi itu bukti bahwa dia tidak ingin adiknya lemah dan biar selalu semangat menjalani kehidupan ini. Dan aku pikir, ini adalah bumbu kehidupan. Ada kalanya kita mesti sadar bahwa hidup itu tidak selamanya berjalan mulus. Selalu ada rintangannya. Ada pepatah mengatakan bahwa Life is like a roller coaster. It has its ups and downs. But it’s your choice to scream or enjoy the ride.”  
           
6.          Sejuta Tanya
          Aku memarkir motorku di samping kampus. Ketika aku memasuki kelas, ternyata sudah banyak temanku yang datang. Aku pun duduk di samping Sheren. Hampir satu jam kami menunggu dosen mengisi materi kuliah pada pagi ini. Namun ternyata, dosennya tidak bisa hadir karena ada halangan.
          “Sher, gw mau cerita nih,ucapku saat kita berdua sedang makan siang di kantin.
          Cerita apa?” tanya Sheren.
          Gw mau dilamar.”
          Hah? Dilamar? Lamar apa nih? Lamar buat nikah gitu?”
          Iya.”
          Ah, bohong mulu lo sama gw. Terus, dia gimana?” tanyanya centik sambil melirikkan matanya.
          Dia siapa?aku balik bertanya.
          Itu tuh, si itu, hahaha...”
          Tawa kita seketika meledak bersama. Setelah makanan yang kami pesan sudah datang, aku dan dia kembali bercerita.
          “Jadi gimana awalnya kok tiba-tiba lo langsung bilang mau nikah? Pacaran juga lo kayaknya engga kan sama calon lo?”
          “Setelah gw lepas dari dia, gw selalu yakin kalo Tuhan sedang menyiapkan seseorang yang terbaik buat gw, cepat ataupun lambat. Gw yakin Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Bener kan?”
          “Iya, gw ngerti kalo masalah itu, tapi apakah secepat itu? Umur kita masih belasan loh, Nid,” tanya Sheren.
          “Calon gw umurnya beda 10 tahun sama gw. Jadi gw bisa ngambil kesimpulan bahwa dia bisa membimbing gw, melindungi gw. Bagi gw engga penting harta atau kedudukan, tapi yang gw penting  adalah agamanya yang bisa nuntun gw kejalan syurga.”
          “Ya itu versi lo. Sekarang gw mau tau kenapa lo langsung mau gitu diajak nikah?” tanya Sheren masih penasaran.
          “Jodoh Tuhan yang ngatur. Nikah itu ibadah. Kadang gw berpikir, ada baiknya juga nikah muda,” jawabku.
          “Apa baiknya menurut lo?”
          “Di usia muda, gw udah jalan sama orang yang halal buat gw. Udah engga ada fitnah lagi jika gw jalan berdua,” ucapku sambil melirikkan mataku pada foto dia yang menjadi wallpaper handphoneku.
          “Ah, elo bisa aja, tapi iya bener sih. Jadi enak gitu yah, udah nyaman seratus persen,” kata Sheren.
          “Iya. Jodoh itu di tangan Tuhan. Apa yang sekarang Tuhan beri maka patut kita syukuri karena hidup itu karunia terindah.”
          “Iya sih, gw juga berfikir sepeti itu, mau cepet atau lambat pasti semua orang merasakannya.”
          “Kalo dalam agama gw, ada sebuah hadis mengatakan bahwa seorang perempuan yang menikah itu berarti satu kakinya sudah berada di syurga dan tinggal kaki yang satunya lagi,” jelasku.
          “Oh gitu yah? Tapi lo tetep kuliah kan?”
          “Iya gw tetep kuliah kok dan doain aja semoga semua lancar tanpa hambatan,” pintaku padanya.
          Tidak hanya satu atau dua orang temanku yang mengatakan bahwa aku masih terlalu muda untuk menikah. Namun, aku katakan bahwa semua Tuhan yang ngatur. Aku selalu bilang kepada mereka, “Jika dia bisa nerima semua kekuranganku, maka dia sempurna untukku dan jika dia mempunyai niat baik untuk meminangku, maka biarkan aku beristikharah.” Seperti itulah kata-kata yang aku ungkapkan. Pro dan kontra pasti ada dan menurutku itu wajar karena setiap manusia mempunyai jalan pemikiran yang berbeda. Bagiku, jika semua orang di dunia ini mempunyai keinginan yang sama, maka tidak akan ada warnanya. Perbedaan adalah rahmat dan kita dapat belajar banyak darinya.
          Kamu udah istikharah belum?” tanya temanku.
          Dari awal sejak dia mengutarakan niat baiknya untuk melamarku, aku selalu berdoa dan memohon,jawabku teriring senyum.
          Iya bener. Tuhan lebih tahu mana yang baik untuk hamba-Nya dan mana yang tidak baik. Ambil hikmah dari sebuah perjalanan ini!
          Ini adalah kejadian yang sakral. Bagiku, pernikahan adalah sekali seumur hidup dan satu untuk selamanya dan aku akan selalu mengikut sertakan Tuhan dalam setiap untaian doaku,ucapku.
          Temanku tersenyum sambil memelukku dan berkata,Mabruk, alfu mabruk, yaa shoohibati.” Tak sadar, air mataku pun menitik satu per satu mencerminkan bahagia.

7.          Wonderful Conversation
          Pagi itu udara terlihat cerah. Tapi sayang, aku tidak terlalu menyukai pemandangan di pagi hari. Aku lebih menyukai pemandangan di malam hari, begitu memberiku berbagai inspirasi. Tiba-tiba handphoneku bergetar.
          Halo, Assalamualaikum,sapaku.
          Waalaikumusalam Warahmatullahi Wabarakatuh,jawab seseorang di sana. Aku mengenal sekali itu suara siapa.
          Ada apa, Kak?” tanyaku.
          Ini bener Nida, kan?” tanya orang di seberang sana.
          Iya bener ini Nida. Ini Kak Ulum, kan?” tanyaku.
          Oh, bukan. Ini bukan Kak Ulum.”
          Terus siapa? Ah, bohong. Ini Kak Ulum, kan?” aku masih saja ngotot.
          Bukan, Neng. Bukan salah lagi. Hahaha..” tawanya lepas bebas. Ternyata dia ingin ngerjain aku. Aku tersenyum lepas.
          Kakak dengerin deh lagu ini,ucapku lalu menyetel lagu-lagu Chrisye untuk dia dengar. Setelah lagu-lagu Chrisye aku putar, aku berkata, Atau lagu ini, Kak, enak banget.” Aku pun memutar lagunya Ebiet G Ade. Atau ini, Kak, lagunya aduhai sekali.” Kemudian aku memutar lagunya Vina Panduwinata. Aku yakin, pasti dia di sana hanya bisa menggelengkan kepalanya mengikuti tingkah nakalku.
          Kamu suka lagu-lagunya Chrisye??” nadanya bertanya seperti orang keheranan.
          Saya mah lebih suka lagu 80-an, Kak,jelasku.
          Lagunya Ebiet dan Vina, kamu juga suka?”
          Iya. Hehehe.”
          Ada ya orang kaya kamu, umur muda, jiwa muda, tapi sukanya lagu-lagu zaman dulu,ucapnya.
          Waktu saya masih TK tuh, ayah saya kalo beres-beres rumah sambil dengerin lagunya Ebiet, Kak. Makanya sampe sekarang saya suka banget.” Aku tersenyum lebar
          Oh, gitu yah. Kalo Chrisye dan Vina kenapa?” tanyanya lagi.
          Itu lagu-lagu Bunda saya yang sering dinyanyiin kalo lagi nyuci piring, Kak. Hehehe,canda yang ternyata mampu membuatnya tertawa lepas.
          Lucu juga, yah? Jadi karena itu kamu lebih suka lagu-lagu zaman dulu, gitu?” kelihatannya dia masih penasaran sekali dan terus bertanya.
          Selain itu, saya suka karena liriknya itu penuh makna dan berkarakter, Kak, apalagi kalo dipahami setiap kata-katanya.”
          Wah, wah, hebat kamu yah! Saya aja baru denger nih dari anak seusia kamu yang suka lagu-lagu zamannya kakek-nenek.”
          Kakak saya aja suka aneh kalo denger saya lagi muterin lagu-lagunya mereka.”
          Pastilah orang aneh. Biasanya tuh anak seusia kamu lebih suka lagu-lagu cinta zaman sekarang.”
          Hehehe.” Aku hanya tertawa
          Memang setiap aku dan dia bercakap-cakap melalui telepon lebih senang membahas kesukaan masing-masing. Dengan begitu, kita menjadi tahu bagaimana karakter masing-masing. Aku yang tidak terlalu suka pergi ke tempat ramai seperti pasar atau mal membuat dia benar-benar heran. Karena dia sendiri lebih suka berada di tempat ramai oleh pengunjung seperti mal. Meski begitu, kami tidak pernah mempermasalahkannya karena ini adalah sebuah warna.
          Berbicara tentang warna, aku baru ingat dulu awal sekali aku bertemu dia, dia berkata kepadaku, Kita boleh memberi warna hidup kita kepada orang lain, tapi jangan sampai orang lain mewarnai kehidupan kita. Itu Neng pesen Kiai.”
          Banyak sekali pelajaran yang aku dapat dari dia. Aku selalu bersyukur. Tak hentinya aku berterima kasih kepada Tuhan yang telah mempertemukan aku dengan dia, di pertemuan yang baik dan mulia. Ini menjadi awal yang berkesan untuk hidupku. Ini menjadi awal yang indah untuk hidupku. Entah dengan apa lagi aku menunjukkan rasa syukurku yang sangat dalam. Ini adalah karunia terindah yang diberikan Tuhan untuk aku dan hidupku.
 
8.          Happy Day
          Hari ini adalah hari Sabtu, tepat tanggal 11 Februari 2012. Aku tidak mampu untuk berkata-kata karena hari ini adalah hari bahagiaku yang juga hari bahagia untuk dirinya. Pagi itu, dia datang  melamarku. Hal yang paling dinanti oleh setiap wanita adalah waktu di mana ada seorang pria yang ingin mengutarakan keseriusannya untuk menjalin mahligai rumah tangga. Aku berasa seperti mimpi. Yah, aku seperti bermimpi. Bagaimana tidak, di umurku yang ke-19 ini, aku sudah lebih dulu merasakan hari yang istimewa. Di tengah perjalanannya, dia mengirim pesan untukku. Pesan yang membuat aku seperti ada di musim semi.
          I love you, my queen.” Pesan itulah yang aku terima. Pesan yang sederhana tapi mampu membuat senyum di bibirku selalu mengembang. “I love you too,” balasku lirih meski hanya di dalam hati.
          Aku tak bisa banyak bercerita mengenai hari lamaran itu. Aku sungguh bahagia. Dan aku akan selamanya bahagia mengingat hari itu. Setelah hari lamaran itu berlalu, yang aku lakukan adalah menjaga kesehatan aku agar tetap vit di hari pernikahan nanti. Karena akhir-akhir ini cuacanya selalu hujan yang bisa menyebabkan pilek, batuk, dan pusing. Kebetulan juga aku hampir selalu kehujanan jika pulang dari kampus. Sebisa mungkin aku selalu menjaga kesehatanku. Hingga menjelang hari pernikahan pun, aku tak pernah lelah terus memohon kepada Yang Kuasa. Meski kala raga dan jiwa tak mampu bergerak, namun hati nurani tak pernah berhenti mengadu pada Sang Ilahi.
          Tuhan, jadikan kami hamba yang selalu taat kepada-Mu. Ridhai hubungan kami hingga maut memisahkan kami. Ridhai semua niat dan langkah kami. Tuhan, hanya kepada-Mu kami semua berserah diri. Rabbana hablanaa min azwadzinaa wa dhurriatina qurrata a’yun wajalnaa lilmuttaqina imama.” Amin.

9.       SPECIAL GIFT FOR MY HUSBAND
          Awal aku mengenal sosok suamiku adalah pada momen acara Lomba Menulis Sosok KH Noer Alie Pahlawan Nasional Asal Bekasi. Setelah sekian lama berkomunikasi sederhana, timbullah rasa kasih dan sayang. Aku membiarkannya seiring waktu berjalan. Tanpa henti aku selalu berdoa dan berdoa supaya diberi petunjuk. Ya Allah, jika dia memang yang terbaik untukku, maka dekatkanlah hatinya dan dirinya denganku. Jika dia bukan yang terbaik untukku, maka damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu.
          Proses antara aku dan suamiku termasuk dalam bilangan yang cepat. Akhir November aku bertemu suamiku. Setelah tiga hari  bertemu, suamiku mengutarakan ketertarikan dan kenyamanannya saat bertemu denganku kepada bundaku. Awal Februari suamiku melamarku hingga bulan Maret langsung mengadakan akad nikah sekaligus resepsi. Hanya berjalan dua bulan aku mengenalnya lebih dekat.
          Kisah berikut mungkin mengilhami perjalanan kami.
          Pada suatu hari, Aristoteles bertanya kepada gurunya, “Apakah cinta sejati itu?
          Gurunya pun menjawab, “Berjalanlah lurus di taman bunga yang luas, kemudian petiklah satu bunga terindah dan jangan pernah berbalik ke belakang!
          Kemudian dia pun melakukannya, tapi dia kembali dengan tangan hampa. Gurunya pun bertanya, “Mana bungannya?
          Dia menjawab, “Saya tidak bisa mendapatkannya. Sebenarnya saya telah menemukannya, tapi di depan saya masih ada yang lebih bagus dan lebih baik lagi. Ketika saya sampai di ujung taman, saya baru sadar bahwa yang saya temui pertama tadi itulah yang terbaik. Tapi saya tidak bisa kembali ke belakang lagi karena sudah ada yang mengambilnya”.
          Gurunya pun berkata, “Seperti itulah cinta sejati. Semakin kamu mencari yang terbaik, maka kamu tak akan pernah menemukannya. Jangan pernah menyia-nyiakan cinta seseorang yang tumbuh di hatimu saat ini karena waktu tak akan pernah kembali.”
          Sekarang, dengan dukungan dari bunda, ayah, kakak, dan sanak keluarga, serta teman-temanku, aku mengucap bismillah. Ini awal aku menempuh hidup baru. Seperti lirik lagu Nuke,Lupakan cerita kelabu. Kita susun lagi langkah baru.” Aku seperti bermimpi dapat bersanding dengan suamiku. Pria hebat yang pernah aku jumpai. Pria yang ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamaku. Pria yang akan menjadi imam untukku dan keluargaku. Pria yang akan menjadi seorang ayah untuk anak-anakku. Pria yang akan menjadi penuntun aku dan anak-anakku menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Terimakasih Tuhan atas karunia terindah yang Engkau berikan untukku.
          Aku ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Kakakku tercinta, Annisa, yang dengan tulus ikhlas memberikan izinnya, yang tetap tersenyum meski aku yang harus lebih dulu menempuh hidup baru.   “Kakakku, senyummu akan selalu terlukis dalam hatiku. Kerendahan hatimu menjadi jembatan untuk kebahagiaanku.”
          Aku juga ingin mengucapkan rasa sayang tak terhingga untuk kedua orang tuaku. Untuk bundaku yang tak pernah bosan mendengarkan keluh kesah dan semua cerita hidupku. Untuk ayahku yang selalu mengajariku untuk senantiasa berusaha, bersabar, dan bertawakal menjalani hidup ini. Ayah dan bunda, you’re my everything.
          Back to special gift for my husband. Aku sangat mencintaimu, my husband. Kado sederhana yang indah dariku untukmu adalah sebuah buku yang sederhana ini. Di sini aku menceritakan kisah kita kepada semua orang yang hadir di acara pernikahan kita. Aku hanya bisa memberikan ini. Aku berusaha menyempatkan diri untuk menuliskan kisah kita di tengah aktivitas kuliahku.
          Hanya ini yang bisa kupersembahkan sebagai kado ulang tahun untukmu, dan juga untuk kado pernikahan kita. Karena tepat tanggal 3 Maret 2012 adalah hari ulang tahunmu yang ke 29. Di hari ini pula acara pernikahan kita diadakan.
          “Selamat ulang tahun, my husband. Semoga ini menjadi awal yang penuh berkah untuk kita selamanya. Aku sangat mencintaimu, suamiku.”
          Akhirnya, dengan mengucap, “Hadza min fadhli rabbi,” ini adalah karunia terindah dari Allah SWT dan kami akan selalu bergandeng erat menuju masa depan yang bahagia.

Thank you for your attendance at our event.
 Your prayers are very valuable to us.
Souvenir Pernikahan Kedua mempelai “Nida dan Ulum
Salam NU

2 komentar:

  1. Subhanallah , Masyaallah , tabarakaallah !! (Y)
    THIS IS THE BEST STORY !!!
    PERFECT MOMENT ! tersendu-sendu bacanya best :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin amin amin, makasih yaaa best atas coment nya :)

      Hapus