September 11, 2010
Bismillah...
Menjalani i'tikaf sudah menjadi kewajiban bagi saya yang menjadi santri kelas 3 aliyah di sebuah pesantren di ujung harapan yang bernama ATTAQWA sebagai salah satu syarat kelulusan. Mau tidak mau, saya harus menjalaninya walaupun liburan saya terpotong untuk i'tikaf tapi saya tetap bertahan karena saya inget pesan ustadzah. safinatunnajah bahwa "i'tikaf untuk kelas 3 aliyah jangan di jadikan beban tapi jadikan kenikmatan tersendiri yang akan mendatangkan berjuta-juta manfaat" saya hanya mengamini di hati dan berharap semoga saja...
Saya punya cerita yang semoga saja bermanfaat amin...
Aktifitas i'tikaf yang saya jalanin tidak jauh-jauh dari yang namanya ibadah seperti sholat, mengaji dan berpuasa serta amalan-amalan yang lainnya seperti mengajar nenek-nenek mengaji. Sebenarnya saya tidak suka menunggu lama-lama tapi untuk saat itu, kesabaran saya benar-benar diuji. Saya mengajar 3 orang nenek-nenek yang saat ini sedang saya rindukan kehadirannya. Beliau-beliau adalah orang yang menyadarkan saya tentang masa tua yang seharusnya bukanlah di jadikan masa penyesalan. Beliau bilang "gua mah no, waktu masih seger kaya lu gini, gua mah ngangon kambing, bajak sawah kagak belajar kaya elu. gua mah heran sama anak muda sekarang ini, ada duit, ada sekolah, ada umur bukannya di gunain baik-baik eh malah bakal maen terus dah." Saya hanya tersenyum sambil terus mendengarkan ocehan nenek-nenek tersebut. Saya ingin nangis tapi saya malu. Akhirnya saya tetap mendengarkan beliau-beliau mengeluarkan argumennya masing-masing. Nenek yang saya ajarkan salah satunya ada yang sudah bongkok badannya. Hati saya teriris saat saya bertanya "empeng kok mau i'tikaf, kan empeng udah tua ?" tapi saya berdecak dibuatnya saat nenek tersebut menjawab "satu cita-cita gua no, sebelum meninggal adalah bisa baca qur'an." SUBHANALLAH... hati saya benar-benar terenyuh. Butuh kesabaran yang sangat saat mengajarkan beliau-beliau karena memang pada dasarnya beliau tidak bisa baca hanya bisa mendengarkan kemudian mengulang kembali yang saya bacakan. Terkadang saya harus mengencangkan volume suara saya karena nenek-nenek pendengarannya sudah mulai menipis. Rasa bosan dan lelah terkadang menyelimuti benak saya. Ingin saya mengaji untuk khataman saja ketimbang mengajarkan nenek-nenek yang sulit sekali. Tapi saya di bujuk oleh teman saya yang bernama Farda Chalidah untuk tetap bersabar. Yah saya nikmatin sajalah.
Pernah suatu hari, saya menghindar dari nenek-nenek untuk pergi ke tempat wudhu. Ditempat wudhu saya bermain air bersama teman saya cukup lama. Sekedar refresing sejenak kemudian saya kembali lagi ke dalam masjid. Tapi saat itu saya ingin menangis, karena apa ? Karena saya melihat nenek-nenek yang saya ajarkan sedang duduk rapi melingkar sambil memegang al-qur'an menunggu kedatangan saya dengan wajah yang ... ... sungguh menusuk hati saya. Saya datang, mereka langsung berkata " sini no, ajarin gua ngaji lagi, elu kemana aja ? gua tunggu dari tadi elu baru nongol." Saya menjawab dengan senyuman saja padahal dalam hati saya " maafkan hamba robby ".
Bercampur rasa i'tikaf saat itu. Saya sangat kagum dengan nenek-nenek yang mau beri'tikaf padahal tubuh mereka sangatlah terlihat lelah. Terkadang saya pernah bertanya dalam hati " siapa aku ? tubuhku masih sanggup berdiri lama untuk ibadah tetapi terkadang aku masih meninggallkan solat-solat sunnah seperti solat tasbih, solat dhuha, solat tahajud, solat hajat, solat taubat dan masing banyak solat sunnah lainnya. Tetapi lihat nenek-nenek tersebut, tubuh sudah renta tapi tetap bertahan untuk ibadah kepada allah. "
Pada intinya saya mendapat pelajar banyak sekali dengan beri'tikaf kali ini. Bersama teman-teman saya nikmatin susah senang. Di omelin sama PTA, bercanda sama nenek - nenek apalagi sama nyai hj arfah yang selalu bikin saya dan teman saya yang bernama dina nahdiah tertawa tak karuan. Masa-masa itulah yang saya rindukan. Padahal ketika i'tikaf saya ingin sekali pulang. Yang dimana fasilitas dirumah tidak ada budaya mengantri. Makan tinggal nyam, nyam, nyam. Mandi tinggal jebar jebur. Tidur tinggal ngok, ngok. Minum tinggal glek glek. Tak perlu membudidayakan kata mengantri. Tapi selalu ada hikmah dari kejadian tersebut karena budaya mengantri melatih diri saya untuk terus bersabar dalam segala hal apapun. Apalagi yang membuat saya bersedih adalah tahun ini (2010) saya berlebaran di pondok saya bukan dirumah. Keliling ke rumah guru-guru. Lelah dan capek terus menghampiri tapi saya tetap bersenang-senang karena masa seperti inilah yang akan selalu saya rindukan ketika saya sudah lulus meninggalkan almamater dan teman-teman seperjuangan saya.
Pada intinya saya dapat menyimpulkan bahwa " MASA TUA JANGANLAH DIJADIKAN UJUNG PENYESALAN TAPI SEHARUSNYA MASA TUA DIJADIKAN MASA PANEN UNTUK MEMETIK HASIL YANG KITA LAKUKAN SEMASA MUDA " ... wallahu a'lam
Bismillah...
Menjalani i'tikaf sudah menjadi kewajiban bagi saya yang menjadi santri kelas 3 aliyah di sebuah pesantren di ujung harapan yang bernama ATTAQWA sebagai salah satu syarat kelulusan. Mau tidak mau, saya harus menjalaninya walaupun liburan saya terpotong untuk i'tikaf tapi saya tetap bertahan karena saya inget pesan ustadzah. safinatunnajah bahwa "i'tikaf untuk kelas 3 aliyah jangan di jadikan beban tapi jadikan kenikmatan tersendiri yang akan mendatangkan berjuta-juta manfaat" saya hanya mengamini di hati dan berharap semoga saja...
Saya punya cerita yang semoga saja bermanfaat amin...
Aktifitas i'tikaf yang saya jalanin tidak jauh-jauh dari yang namanya ibadah seperti sholat, mengaji dan berpuasa serta amalan-amalan yang lainnya seperti mengajar nenek-nenek mengaji. Sebenarnya saya tidak suka menunggu lama-lama tapi untuk saat itu, kesabaran saya benar-benar diuji. Saya mengajar 3 orang nenek-nenek yang saat ini sedang saya rindukan kehadirannya. Beliau-beliau adalah orang yang menyadarkan saya tentang masa tua yang seharusnya bukanlah di jadikan masa penyesalan. Beliau bilang "gua mah no, waktu masih seger kaya lu gini, gua mah ngangon kambing, bajak sawah kagak belajar kaya elu. gua mah heran sama anak muda sekarang ini, ada duit, ada sekolah, ada umur bukannya di gunain baik-baik eh malah bakal maen terus dah." Saya hanya tersenyum sambil terus mendengarkan ocehan nenek-nenek tersebut. Saya ingin nangis tapi saya malu. Akhirnya saya tetap mendengarkan beliau-beliau mengeluarkan argumennya masing-masing. Nenek yang saya ajarkan salah satunya ada yang sudah bongkok badannya. Hati saya teriris saat saya bertanya "empeng kok mau i'tikaf, kan empeng udah tua ?" tapi saya berdecak dibuatnya saat nenek tersebut menjawab "satu cita-cita gua no, sebelum meninggal adalah bisa baca qur'an." SUBHANALLAH... hati saya benar-benar terenyuh. Butuh kesabaran yang sangat saat mengajarkan beliau-beliau karena memang pada dasarnya beliau tidak bisa baca hanya bisa mendengarkan kemudian mengulang kembali yang saya bacakan. Terkadang saya harus mengencangkan volume suara saya karena nenek-nenek pendengarannya sudah mulai menipis. Rasa bosan dan lelah terkadang menyelimuti benak saya. Ingin saya mengaji untuk khataman saja ketimbang mengajarkan nenek-nenek yang sulit sekali. Tapi saya di bujuk oleh teman saya yang bernama Farda Chalidah untuk tetap bersabar. Yah saya nikmatin sajalah.
Pernah suatu hari, saya menghindar dari nenek-nenek untuk pergi ke tempat wudhu. Ditempat wudhu saya bermain air bersama teman saya cukup lama. Sekedar refresing sejenak kemudian saya kembali lagi ke dalam masjid. Tapi saat itu saya ingin menangis, karena apa ? Karena saya melihat nenek-nenek yang saya ajarkan sedang duduk rapi melingkar sambil memegang al-qur'an menunggu kedatangan saya dengan wajah yang ... ... sungguh menusuk hati saya. Saya datang, mereka langsung berkata " sini no, ajarin gua ngaji lagi, elu kemana aja ? gua tunggu dari tadi elu baru nongol." Saya menjawab dengan senyuman saja padahal dalam hati saya " maafkan hamba robby ".
Bercampur rasa i'tikaf saat itu. Saya sangat kagum dengan nenek-nenek yang mau beri'tikaf padahal tubuh mereka sangatlah terlihat lelah. Terkadang saya pernah bertanya dalam hati " siapa aku ? tubuhku masih sanggup berdiri lama untuk ibadah tetapi terkadang aku masih meninggallkan solat-solat sunnah seperti solat tasbih, solat dhuha, solat tahajud, solat hajat, solat taubat dan masing banyak solat sunnah lainnya. Tetapi lihat nenek-nenek tersebut, tubuh sudah renta tapi tetap bertahan untuk ibadah kepada allah. "
Pada intinya saya mendapat pelajar banyak sekali dengan beri'tikaf kali ini. Bersama teman-teman saya nikmatin susah senang. Di omelin sama PTA, bercanda sama nenek - nenek apalagi sama nyai hj arfah yang selalu bikin saya dan teman saya yang bernama dina nahdiah tertawa tak karuan. Masa-masa itulah yang saya rindukan. Padahal ketika i'tikaf saya ingin sekali pulang. Yang dimana fasilitas dirumah tidak ada budaya mengantri. Makan tinggal nyam, nyam, nyam. Mandi tinggal jebar jebur. Tidur tinggal ngok, ngok. Minum tinggal glek glek. Tak perlu membudidayakan kata mengantri. Tapi selalu ada hikmah dari kejadian tersebut karena budaya mengantri melatih diri saya untuk terus bersabar dalam segala hal apapun. Apalagi yang membuat saya bersedih adalah tahun ini (2010) saya berlebaran di pondok saya bukan dirumah. Keliling ke rumah guru-guru. Lelah dan capek terus menghampiri tapi saya tetap bersenang-senang karena masa seperti inilah yang akan selalu saya rindukan ketika saya sudah lulus meninggalkan almamater dan teman-teman seperjuangan saya.
Pada intinya saya dapat menyimpulkan bahwa " MASA TUA JANGANLAH DIJADIKAN UJUNG PENYESALAN TAPI SEHARUSNYA MASA TUA DIJADIKAN MASA PANEN UNTUK MEMETIK HASIL YANG KITA LAKUKAN SEMASA MUDA " ... wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar